Hinaan Itu Pacuan
PULANG..
2012, aku pulang.
Ku tinggalkan kampus negeriku, yang susah payah ku dapatkan.
Ku tinggalkan semua bisnisku dengan reseller yang cukup banyak pada masa itu.
Ku tinggalkan ruko yang baru saja ku sewa, bukti perjuangkanku, di Banda Aceh.
Beban di pundak sudah cukup banyak.
Harapanku sirna pada masa itu.
"PULANG! KESEHATANMU LEBIH PENTING DARI SEMUA INI!" kata Mamak.
Cacian, hinaan, nyinyiran dari semua orangpun ku terima pada masa itu.
Dari aku yang ingin menjadi anak yang paling membanggakan, mendapat ujian hingga berada di titik terendah. Dari aku yang selalu mempertahankan prestasi, justru paling dicaci.
"Kau gila!"
"Sadarlah kau kelasmu, kelas rendahan!"
"Kau hanya anak paling menyusahkan."
"Nikahkan lah anakmu, biar tidak jadi perawan tua."
"Ini anak mendiang yang ada kurang-kurangnya itu?"
"Guru les mu pintar, tapi begitulah.."
"Kambuh sakitmu?"
"Ayo ku ajak kau psikater!"
"Kau gak minum obat ya?"
"Anakmu bakal cacat itu!"
"Tidak bakal tahan suaminya sama dia!"
"Tidak sekolah aja bisa bikin begini!"
Cacian dan hinaan ku rangkum menjadi satu..
Setiap manusia mempunyai titik terendah, tidak bisa lepas dari ujian.
Dari ujian kita bisa melihat mana yang selalu ada, mana yang tidak pernah ada. Tangan mana yang menolongmu kala sedang berkesusahan. Hikmah apa yang didapatkan setelahnya.
Kala dihina, diamlah.
Merenunglah.
Berpaculah!

Komentar
Posting Komentar